Dayu Emilia

... I'm just a daymon

Indahnya rasa ini

By daymon in on 10:25 AM




Indahnya rasa ini…
Saat semuanya,
telah terangkai dalam larik-larik yang dengan tanpa takut mengungkapkan semuanya.
Saat yang dirasakan dalam hati,
tertuang dalam bahasa-bahasa tulis yang mewakilkan semuanya.

Ya Allah, ijinkan aku untuk bisa selalu merasakan
Indahnya rasa ini. . .


091011 11:05pm MORE....

Tipisnya tawa dan tangis

By daymon in on 10:21 AM


Pagi, ku awali semuanya dengan senyum. Senyum penuh harap bahwa hari ini akan menjadi hariku. Aku mulai menjalaninya dengan penuh semangat.
Jelang siang, senyum itu berubah menjadi tawa. Tawa yang sangat riang dan riuh. Seluruh syaraf yang telah dipaksa menegang mulai mengendur dan terasa rileks. Semua penat seolah terobati dengan semua tawa ini.
Sore, semua terasa lengkap. Senyum dan tawa tadi, pastinya akan ku rangkaikan dalam memoriku menjadi bagian tak terlupakan bagiku. Ku siapkan semua diksi untuk melengkapi kemeriahan hari ini dan ku simpan di memoriku.
Malam, prangggg !!! seolah aku lupa dengan semua senyum dan tawa yang ku rasakan seharian tadi. Aku telah melupakan semua diksi-diksi indah yang telah ku siapkan tadi. Hanya ada tetesan-tetesan panas [bukan hangat] yang keluar dari mataku. Panas sekali hingga aku pun hanya mampu menyisakan tangis-tangis ini di penghujung hariku.

Ah.. begitu tipisnya tawa dan tangis. Aku tak mau terlenakan dengan keduanya.


091011 10:57pm MORE....

Bolehkah Aku Menuntut?

By daymon in on 10:03 AM




Ya Allah, bolehkah aku menuntut kali ini (lagi)?
Aku tahu dan aku sadar, everything happens for a reason. Tak ada sesuatu yang terjadi begitu saja tanpa sebab awal di dunia ini. Seorang pengusaha sukses karena usaha yang tlah dilakukannya. Seorang narapidana dipenjara karena ia melakukan pelanggaran hukum. Akupun didiamkan karena aku telah melakukan kesalahan sebelumnya.
Aku tahu tahu dan aku sadar, small stuff does take great effect. Sesuatu yang kecil adalah awal dari sesuatu yang besar. Hal-hal sepele bisa berpengaruh besar dengan yang lainnya. Seorang sahabat mengatakan padaku, mulailah dari hal yang sepele dan kaupun akan terlatih untuk melakukan hal yang lebih besar.
Aku tahu dan aku sadar, wrong is wrong, and wrong will never be right. Salah tak akan berubah menjadi benar saat aku pun tak tahu lagi konsep “benar” seperti apa. Sering, aku menjadi salah karena hal-hal “kecil”. Aku tahu pasti aku telah melakukan kesalahan dan aku pantas untuk mendapatkan akibatnya. Aku tak pernah tahu begitu “salah”nya aku hingga aku pun berulang kali harus diperlakukan seperti ini.

Ya Allah, bolehkah aku menutut kali ini (lagi)?
Aku ingin saat aku salah, aku pun masih bisa dan berhak mendapatkan “pengampunan” karenanya.
Aku ingin saat aku salah, tangan itu menjabat tanganku lagi dan menggandeng tanganku lagi saat itu juga.
Aku ingin saat aku salah, terselip kata “iya, gak papa kok” dengan senyum sesungging darinya.
Aku ingin saat aku salah, senyumku dan senyumnya bisa melebur menjadi satu lagi tanpa ada rasa “pembodohan” pada diriku sendiri.
Aku ingin saat aku salah, aku masih mengetahui bagaimana menjadi tidak salah lagi dan menjadi yang sedikit benar.

Ya Allah, bolehkah aku menutut kali ini (lagi)?
Aku tak ingin saat ada salah di depanku, kata “maaf” seolah hanyalah rentetan empat aksara tanpa makna.
Aku tak ingin saat ada salah di depanku, akupun menjadi lupa akan pembeda antara salah dan benar.


091011 10:46pm MORE....

dear papa project #Saat Sesal Tertahan

By daymon in on 10:53 PM



Assalamu’alaikum

Bapak,
Ah..sudah lama rasanya aku tak menyapamu. Hampir sebulan aku merantau di kota perantauanku. Sudah lama sekali aku ingin pulang ke rumah, aku berusaha sebisa mungkin untuk menahan rasa kangenku yang menggerogoti setiap saat setiap kali aku melihat potret wajahmu yang ku simpan di handphone-ku. Aku ingat sekali, waktu itu aku baru saja dibelikan handphone oleh ibu sebagai hadiah karena aku berhasil mencapai nilai yang beliau inginkan. Engkau sengaja memintaku untuk memotret dirimu. Waktu itu, engkau memakai setelan atasan baju koko warna putih dan sarung yang juga senada dengan atasanmu. Tak lupa, engkau juga memakai peci warna putih. Sedikit narsis memang, pikirku. Aku tak mempermasalahkannya. Bahkan aku menyukai potretmu itu. Ya, waktu itu engkau memang baru saja usai dari masjid. Engkau menjadi imam di masjid hampir di setiap sholat wajib. Engkau juga seringkali diminta untuk mengikuti rapat ini dan itu, membahas ini dan itu. Kegiatanmu disibukkan dengan semua yang berkaitan dengan masjid, madrasah, serta pengajian hampir setiap hari. Begitulah caramu mengamalkan apa yang pernah engkau dapat dulu. Tak heran kalau banyak orang yang mengenalmu. Seringkali, saat aku di jalan, mereka menyapaku dan mengatakan “anaknya pak Kusdi, ya?”. Terkadang aku merasa sedikit risih karena mereka selalu menuntut semua yang berkaitan denganmu harus terlihat perfect di hadapan banyak orang. Mereka selalu mendengungkan bahwa engkau harus menjadi panutan yang baik bagi semua warga desa.
Bapak,
Pernah terpikir olehku untuk tidak pulang ke kampung selama sebulan lebih. Aku sungguh bertekad tetap di negeri perantauan bahkan saat libur sekalipun. Aku mendapati telepon dari ibu, sedang ada masalah di rumah. Seketika itu juga, pikiranku menjadi kacau. Aku ingin marah, aku ingin berteriak sejadi-jadinya saat aku mendengar kabar itu. Di dalam pikiranku, aku berulangkali menyalahkanmu. Aku terus terusan mencari-cari kesalahanmu. Aku mulai benci dengan caramu menjalani kehidupanmu. Aku tak suka dengan kesibukanmu yang lebih mementingkan yang lain dibandingkan keadaan rumah sendiri. Aku menangis sejadi-jadinya memikirkan masalah itu. Aku bahkan tidak peduli bahwa aku mungkin sudah benar-benar durhaka karena aku tak menyukai engkau yang sedang berjuang di jalan Allah untuk pembangunan masjid. Aku bahkan benar-benar kehilangan respect padamu. Aku sedih setiap kali teringat oleh ibu yang berjuang demi perut-perut anak-anaknya supaya tidak merasakan lapar. Aku benar-benar kecewa dengan sikapmu yang seolah tak mau tahu dengan masalah yang sedang terjadi di rumah. Terlebih, kadang kala engkau bahkan memarahi ibu hanya karena masalah yang sepele. Aku sungguh ingin menegurmu saat aku melihat langsung di depan mataku, engkau memarahi ibu yang sudah membanting tulang demi kita. Tetapi, aku tahu aku tak bisa membantah apapun yang menurutmu memang benar.
Bapak,
Sudah berulang kali aku mencari-cari cacatmu. Aku bahkan sering memaki-maki pada diri sendiri bahwa sebenarnya aku bisa saja membantahmu, aku bisa saja menolak apa yang kamu perintahkan padaku. Bahkan, aku pernah berpikir untuk berganti bapak dengan bapak-bapak ideal seperti yang aku dengar dari cerita teman-temanku. Memiliki bapak yang tak pernah marah, bapak yang bertanggungjawab penuh dengan keluarganya, bapak yang selalu ada waktu untuk keluarganya. Tapi, kini aku sadar, aku tahu. Tak akan ada bapak pengganti. Engkau lah satu-satunya bapak yang aku punya dan akan seperti itu seterusnya sampai kapanpun. Aku tak mau suatu hari nanti aku hanya ditemani tangis sesal karena engkau sudah tak bisa lagi di sampingku. Engkau lah satu-satunya pria yang mengenalkanku tentang agama dengan sangat baik, dengan caramu sendiri. Engkau pula lah yang mengajarkanku tentang bagaimana semestinya kita bersikap dengan orang lain. Engkau sering kali bercerita tentang sejarah agama yang terkadang bukan lagi cerita baru karena aku sudah pernah mendengar sebelumnya dari ustadz-ku. Tapi aku sengaja tampak antusias mendengarkannya di depanmu karena aku tahu kau tampak begitu hebat saat sedang menjelaskannya padaku. Ingin ku katakana pada dunia, aku bahkan bangga menjadi putrimu karena aku tak akan pernah mendapatkan bapak-bapak lain yang sama sepertimu.
Bapak,
Aku senang saat kita, hanya berdua saja dan bercengkrama entah tentang apa saja. Aku senang membuat mereka cemburu melihat keakraban kita. Aku sangat menikmati waktu-waktu yang ku curi di tengah kesibukan kita. Engkau pun senang menjelaskan apa saja yang ku tanyakan padamu. Walaupun aku tahu, engkau bukanlah seorang lulusan sarjana ataupun seorang yang bergelar sana sini di samping namamu. Bagiku, bukan masalah besar karena untuk menjadi seorang bapak yang baik, bukanlah seorang sarjana yang dibutuhkan melainkan sebuah ketulusan menyayangi dan melindungi anak-anakmu. Aku ingin merasakan lagi kecupan hangat di keningku setiap kali aku akan beranjak tidur. Aku sungguh ingin merasakannya lagi. Sekarang, di sini, di tanah perantauan ini, aku hanya bisa membayangkannya tanpa bisa merasakan kecupan hangatmu.
Bapak,
Aku tahu aku belum menjadi apa-apa. Aku belum bisa menjadi seperti yang engkau harapkan. Seringkali aku melupakan pesan-pesanmu yang seringkali pula engkau katakan padaku. Aku hanya ingin engkau tahu, aku ingin menyayangimu sepenuh hati. Aku tak ingin sedikit pun menyia-nyiakan waktu yang ada ini. Aku tahu, engkau semakin menua, ubanmu pun semakin banyak. Aku tak ingin kehilanganmu, karena engkaulah harta yang sangat ingin ku jaga hingga di penghujung tuamu.
Wassalamu’alaikum MORE....

MARXIST CRITICISM

By daymon in on 10:00 AM



A. Notion of Marxist
Marxist is regarded as the most unique theory for analyzing literary work since it does not only discuss the literary work as a text but also relate the context in analyzing literary work.
Marxist criticism is one kind of criticism which regards a literary work as the author’s product and focuses on the social class problems. Text is considered as having some hidden meanings that the authors want to convey through their work. Further, in Marxist, text is a material product that can be understood in broadly historical terms.

B. Historical Development of Marxist
In nineteenth century, Marxism appeared as the reactions of the injustice, human exploitation, and class discrimination based on their social class such as labor class. Marx saw that the conditions and technique possibilities had developed and changed industrial productions; the organization of production process and the society structure were determined by the higher class. So, there were many people who must work but they had limited access to control production process and get the benefits from it. Even, there was alienation between the workers and their products. They were demanded to work hardly but they could not get the benefits from what they have made. Thus, Marx appeared with his theory in order to eliminate the alienation in the production process. He was interested to change the working relationship become fun and enjoyable. In addition, through Marxist theory, he intended to make the workers could get the benefit from their own products. By having those views, the existence of alienation would disappear and the working relationship itself became enjoyable and fun.

C. Major Issues of Marxist
There are some issues that explain in Marxist theory such as economic power, religion, revolution, etc. While, the major issue of Marxist theory is economic determinism. According to Marxist, ideology is determined by economics. Marxist has different theory about economic with the other critics. The capitalist economic system is designed to keep the upper classes wealthy. As in the theory, economic determinism according to Marxist states that since capitalism is based on private owner ship, this implies that the minimum amount of property someone own is zero.
Thus, there were some principles of Marxist; those are dialect materialism, historical materialism, alienation, social stratification, and class struggle. The first term of Marxist’s principle is dialectic materialism. The term dialect itself was derived from Hegel’s philosophy about dialectic as a changing process. According to Marx, the second one term is historical materialism that described as Marx’s view about society development law, a view that states the production matter determines historical and social development. This view is called materialism since the ultimate determining element in history is the production and reproduction of real life. It shows the factors that determine the history.
Thirdly, alienation as the most basic level includes education, philosophy, religion, government, arts, science, technology, the media, etc. According to Marx, the laboring man is subject to a triple alienation: first, he alienates himself into the object he produces; second, he alienates himself through the art of production itself; and the third, he alienates himself from the human race.
Fourthly, social class stratification and class struggle. It is so real that there is social class stratification in capitalist system. There are two divisions; the first class is the superior, the bourgeois, the owner of the capital and means of production and the second one is the proletariats who have to use all of what they have such as their power, skill, or ability in order to survive. There is an exploitation done by the bourgeois toward the proletariats who can get the benefit from the proletariats have produced. It causes the emergence of social class stratification and class struggle.

D. Basic assumptions
Marxist criticism is influenced by the philosophy of materialism-dialectic as his criticism toward Hegel’s “idealism” thought and Feuerbach’s “materialism” thought. Marx agrees that the world dialectic consists of process, relation, dynamics, conflict and contradictions. It becomes his main philosophy but he rejects Hegel’s “idealism” that considers “thought” or “idea” as primary factor while “material” as secondary factor. Dialectic itself means knowledge about laws that concerns in the “material” not in the Hegel’s “idea”. Finally, economy that has been Marx’s corpus in his research is regarded as a part of materialism-dialectic (the dialectic that relates with material).
Marxism is the way of thinking to make a change in the ‘concrete’ world, in the “materialism” world. Hegel with his “idealist dialectic” is considered that not be able to follow the development era like the increasing of industrial revolution’s effect. Therefore, Marx tends to focus on “materialism-dialectic”. Then, the movement from feudalism to bourgeoisie as the consequence of capitalism becomes the turning point for Marxist. Further, Marx decided to change these contradictions into the contradiction between bourgeoisie and proletariat based on their own production. The contradiction of production makes the rich one becomes richer and the poor one becomes poorer.

E. Theoretical application
In analyzing some literary works, there are some appropriate literary theories can be used. As it has been explained above, it is about Marxist theory. The one thing that should be emphasized before analyzing a literary work using Marxist theory, that is mastering about dialectic materialism, historical materialism, alienation, social stratification, and also class struggle in the work. Initially, the structural elements of literary work that depicted by the author through her/his work are analyzed firstly. The structural elements itself can be characters, plot, setting, style, point of view, etc. Thus, we can analyze the problem depicted in the literary work relates to Marxist theory such as problem of class struggle or social class stratification. At the end of the analysis, it can be concluded based on those two kinds of analysis, analysis of its structural elements and the literary work itself. In the conclusion of our analysis, it can be known whether the intrinsic elements of literary work are appropriate with the major theme views from Marxist theory or not. MORE....

The Phenomenal Power inside Phenomenal Woman in Phenomenal Woman’s Maya Angelou 1978: Feminist Approach

By daymon in on 9:31 AM


PHENOMENAL WOMAN

by Maya Angelou

Pretty women wonder where
my secret lies.
I'm not cute or built to suit a fashion model's size
But when I start to tell them,
They think I'm telling lies.
I say,
It's in the reach of my arms
The span of my hips,
The stride of my step,
The curl of my lips.
I'm a woman
Phenomenally.
Phenomenal woman,
That's me.

I walk into a room
Just as cool as you please,
And to a man,
The fellows stand or
Fall down on their knees.
Then they swarm around me,
A hive of honey bees.
I say,
It's the fire in my eyes,
And the flash of my teeth,
The swing in my waist,
And the joy in my feet.
I'm a woman
Phenomenally.
Phenomenal woman,
That's me.

Men themselves have wondered
What they see in me.
They try so much


But they can't touch
My inner mystery.
When I try to show them
They say they still can't see.
I say,
It's in the arch of my back,
The sun of my smile,
The ride of my breasts,
The grace of my style.
I'm a woman
Phenomenally.
Phenomenal woman,
That's me.

Now you understand
Just why my head's not bowed.
I don't shout or jump about
Or have to talk real loud.
When you see me passing
It ought to make you proud.
I say,
It's in the click of my heels,
The bend of my hair,
the palm of my hand,
The need of my care,
'Cause I'm a woman
Phenomenally.
Phenomenal woman,
That's me.

Analysis

Starting the analysis of Phenomenal Woman by exploring what feminism is. Hearing the word “feminism”, it will be deal with women. Women are viewed as weak human being, follower of man, human that have limited motion, as minority group, and so on which tends to contemn them. Women tend to be the object of inequality in every side than men. They tend to have those kinds of stereotype. From time to time, the world view toward women change through the emergence of feminist theory. Feminist theory tried to huddle them up that they are not like what the stereotype of women that has been made by the world. Feminist theory is a theory that aims to understand the nature of gender inequality. It examines how the social roles of women are, how their motion is, and so on. Some feminist declared their appreciation through literature. As it has been known that literature is a reflection of how the society is. Through a poem is a simple example to declare feminism.
Dr. Maya Angelou is one of the most renowned and influential voices of our time. Hailed as a global renaissance woman, Dr. Angelou is a celebrated poet, memoirist, novelist, educator, dramatist, producer, actress, historian, filmmaker, and civil rights activist.
Born on April 4th, 1928, in St. Louis, Missouri, Dr. Angelou was raised in St. Louis and Stamps, Arkansas. In Stamps, Dr. Angelou experienced the brutality of racial discrimination, but she also absorbed the unshakable faith and values of traditional African-American family, community, and culture.
Phenomenal Woman is one of Angelou’s works that has been phenomenal. Written in 1995, through this poem, Angelou tried to reveal the other definition of the beauty woman. She also tried to make women aware that beauty is not always like a woman who has perfect body. She depicted herself who had some physical characteristics through this poem. She was comfortable having her own skin whatsoever shape that may be; it has nothing to do with arrogance.
In this poem, Angelou used some imagery to show the reader a sense of what the beautiful woman is but she also tried to define that beauty is not always like she has mentioned in her poem for example “cute or built to suit a fashion model's size”. Beauty is proud being herself, proud of what she has had. Knowing that the author of this poem is a woman, it makes this poem have a specific chemistry that the reader can get when this poem read. She has some diction that can describe vividly how the beautiful woman based on her view is. On the other hand, the reader may not be able to catch the message of this poem, if it is written by a man. It is caused that a man has less sensitivity in describing a beautiful woman. When Phenomenal Woman is written by a woman, the reader especially women would feel the different atmosphere, that is they would get a kind of encouragement that they can be beautiful by enjoying what they have had. They needn’t to have an extra effort to be beautiful like an actress or model because they have been proud of being themselves.
Seeing a background of Angelou, it may be said that she lives in a glamour environment, she is in entertainment. Angelou has seen that women are trying to be like their idol is. They tend to have an obsession to get the perfection of beautiful woman, then Angelou feels that she must change that view. She should show that being beauty is not always like some people who are in entertainment such as actress or model. She tried to change the stereotype of beauty based on the world view. This poem tried to express what every woman wishes she could feel and she has told the world that she has imperfections but she is still beautiful inside and out not matter the world says.
Analyzing this poem per stanza can give a clear understanding about this poem. In the first stanza, Angelou said that some pretty women asked her what actually her secret was and she answered it by telling some physical characteristic of her. Knowing her answer, they thought that she told a lie, and then she tried to expose by telling “It's in the reach of my arms”, “The span of my hips”, “The stride of my step”, and “The curl of my lips”. It is clearly said that Angelou tried to describe her self through those words. In the previous line, she said that she had no slim body that is cute or built to suit a fashion model's size and then she strengthened her statement by mentioning some characteristics of her. The stereotype of beauty woman as has been known by most of women is a woman who suits a fashion model’s size. Through the emergence of feminism in literature, Angelou revealed the other stereotype of beautiful woman is.
In the second stanza, it was told that the men were trying to surround her like “a hives of honey bees”. They were seeing the phenomenal thing of woman and she was just as cool as she pleases. She was proud of being herself whether with or without man. She was enjoying being in that condition that could show the men, could show the world that she could still alive with or without man because she was actually a phenomenal woman.
The third stanza tried to tell the reader that Angelou has tried to show her allure but they still could not touch her inner mystery. It means that she has great inner beauty that can not be seen directly. She also tried to empower the other women that beauty inside is more than anything. Having beauty inside is great than having beauty outside and no beauty inside.
In the final stanza, Angelou tried to retell what she has said in the three previous stanzas. She has mentioned some physical things of her are powerful just because she is a woman, phenomenal woman. But in the fact she has great self confidence that could make her as a phenomenal woman. Her step, her arms, the palm of her hand could exude confidence and proud being a woman.
Finally, it may be said that Phenomenal Woman is the real phenomenal poem because this poem is not just a poem but it’s more than just a poem that tried to empower Angelou herself but also women around the world. A phenomenal woman is a woman who could see herself as a phenomenal and could empower the others that they are beautiful. A phenomenal woman is a woman who doesn’t care what the others think. A phenomenal woman is a woman who has a great self confidence and believes that even when she is not suit a model or actress, man can still bend to her knees.
Phenomenal Woman is an empowering poem that is proof all women need to be successful in life is a sense of self worth and pride in their capabilities. Every woman should be confident in whom they are, how they do, all beings are equal in their value on this world. Women have no need to feel inferior to men because their role on this earth has the same significance as the others. There is no shame in being comfortable with them and being confident does not mean a person is arrogant because they can show to the world that they can be a single fighter whether there are no men with them. MORE....

[Sad]nite ... ???

By daymon in on 1:30 AM


huuuummmhh.....
berkali-kali aq mencoba menghirup udara malam [malam minggu tepatnya] di luar rumahq...tapi semua sama.Entah kenapa rasa segar dan aroma angin malam yang seperti biasanya,tak bisa aq rasakan malam ini.Langit yang biasanya ceria dengan kerlap kerlip bintang pun tak tampak seperti biasanya.Hanya ada beberapa yang tersisa di sana seolah dengan mudah dapat dihitung.Langit malam ini muram,seolah ingin memberitahuq bahwa aq tak sendiri dan dia juga merasakan apa yang aq rasa sekarang.

Di bangku panjang warna hijau ini,aq meletakkan tubuhq.Sejauh mataq memandang,aq bisa dengan mudah menengadahkan mukaq ke langit tanpa terhalang apapun.Sesekali terdengar suara motor yang melewati jalanan dekat rumahq.Cicak,jangkrik dan juga suara2 yang lain entah binatang apa itu juga terdengar jelas di telingaq.

Kepalaq masih saja pusing dan aq memutuskan untuk memasak air dan menyeduh teh hangat.Ya...teh tong tji...tiap kali pusing menyerangq,aq lebih memilih untuk meminum teh tong tji daripada harus menelan obat pusing.Saat aq usai meminumnya,aq merasa sedikit lega.Entah hanya karna sugestiq atau yang lainnya.Memang,sakit kepalaq belum sepenuhnya hilang,tapi setidaknya aq merasa mendapatkan kehangatan dari teh hangat itu.Aaaaaahhhh...sepertinya aq akan sangat senang kalau malam ini ku habiskan dengan meminum beberapa gelas teh hangat itu.Terdengar rakus memang,tapi aq suka.

Ohhh...rumahq...tempatq tumbuh dan sudah semestinya,kelak aq kembali ke tempat ini.Home sweet home.Terdengar klise,tapi sekarang aq seolah kesulitan untuk mendapatkan definisinya.Di rumahq...di tempat ini,semestinya membuat semuanya tenang dan nyaman.Tapi,tidak baginya... MORE....

sepucuk surat di penghujung 2010

By daymon in on 1:28 AM


Teruntukmu yang sangat ku sayangi,

Lewat surat ini, biarkanlah jemariku meneriakkan isi hati yang terpendam selama ini. Aku anakmu, yang sudah dua puluh satu tahun ini sengaja menuliskan ini semua khusus untukmu. Tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepatnya hingga aku pun terasa seperti telah melompati ribuan hari dalam hidupku hingga sekarang aku telah berkepala dua.

Di dunia rantau, yang awalnya sama sekali tak ku ketahui, aku menetapkan pilihanku untuk studi. Tiga setengah tahun lalu, engkau mengantarku ke sini untuk mendaftarkan diri. Engkau berpesan padaku untuk belajar yang sungguh-sungguh hingga nantinya aku bisa segera lulus dengan nilai yang bisa memuaskanmu. Aku tahu, saat itu aku sungguh bersikeras bahwa aku akan bisa menjalani semuanya di negeri antah berantah ini seorang diri. Tak kulihat semburat kesedihan di wajahmu. Tapi aku yakin, engkau hanya sedang meyakinkan bahwa kau benar-benar merestuiku untuk merantau walau sebenarnya rasa kehilangan itu sedang engkau rasakan.

Saat aku mulai terbiasa dengan kehidupan di sini, aku mulai sibuk dengan semua kegiatanku. Hanya sesekali aku mengirimkan pesan untukmu, itupun saat aku mulai hampir kehabisan uang. Kaupun jarang menelponku. Saat itu, aku merasa kita sedang benar-benar jauh bukan karena aku di sini, engkau di sana. Tapi karena komunikasi. Aku tak ingin menuntut engkau untuk selalu memantauku setiap saat. Aku cukup memahami bahwa engkau bukanlah tipe pemerhati, dan aku sangat memakluminya. Pikirku, aku tak mau membebanimu dengan merengek-rengek untuk bisa selalu engkau perhatikan. Aku menyadari, engkau punya cara sendiri untuk melakukannya.

Kemudian saat sudah mulai menginjak minggu ketiga atau keempat, biasanya aku pun pulang. Saat itulah ‘waktu pembalasan’ untuk semua yang telah aku rasakan selama di negeri perantauan. Aku sungguh tak ingin melewatkan waktu itu. Aku bercerita tentang semuanya kepadamu. Aku mulai ceritaku dengan hal-hal sepele yang sebenarnya mungkin tak begitu menarik bagimu. Tapi aku sangat menyukai hal-hal sepele itu, karena lewat itu semualah aku bisa merasakan bahwa akulah anak yang paling beruntung sedunia karena sangat dekat denganmu. Aku cerita ngalor ngidul sambil sesekali kita tertawa bersama. Aku senang melihat engkau saat tertawa. Aku senang melihat wajahmu saat menyemburkan cahaya kebahagiaan tanpa beban. Tapi seketika itu juga aku sadar bahwa aku hanya bisa sesaat merasakannya.

Ibu, lewat surat ini aku ingin meminta maaf atas semuanya.

Aku minta maaf atas semua waktu yang lebih banyak ku habiskan untuk kesenanganku sendiri

Aku minta maaf atas semua ketidakpedulianku dengan semua beban yang sedang engkau tanggung

Aku minta maaf atas semua sikap menjengkelkanku yang sering menyakitimu

Aku minta maaf atas sikapku yang selalu mengeluh dengan keterbatasan yang ada

Aku minta maaf atas semua sikapku yang tak pernah tau terima kasih atas semua yang telah engkau usahakan

Aku minta maaf atas semua hal yang kau percayakan padaku yang ternyata telah tanpa sadar, aku rusak

Aku minta maaf atas semua rengekanku yang membuatmu selalu berpikir keras untuk menghentikannya

Aku minta maaf atas semua ke-masabodoh-anku dengan nasehat-nasehatmu

Aku minta maaf atas semuanya yang selalu merepotkanmu

Aku minta maaf atas ketidakpedulianku dengan tetesan-tetesan keringat yang engkau perjuangkan

Aku minta maaf atas ketidakberadaanku saat engkau sedang terpuruk dan tersudut sendiri menanggung semuanya

Aku minta maaf atas satu pinta terbesarmu yang belum bisa aku penuhi

Aku minta maaf atas semua hal yang tak mampu ku tuliskan dalam sepucuk surat ini karena sepucuk surat ini tak akan cukup mewakili semuanya



Inilah sepucuk surat di penghujung tahun 2010 yang sengaja aku persembahkan untuk seorang superwoman-ku yang ku panggil ibu. Terima kasih, terima kasih dan terima kasih untuk segalanya..

Aku menyayangimu, ibu MORE....